Saturday 26 January 2013

Pantai Ancol Harus Dibuka Untuk Publik


Sengketa Pantai Ancol akhirnya sampai ke tangan ahlinya. Ahli yang dihadirkan para penggugat, Ahmad Taufik, Abdul Malik Damrah, dan Bina Bektiati, ini adalah Danang Priatmodjo, Pakar Tata Kota, Selasa (22/1).
Dalam keterangannya, Danang meminta pengelola Pantai Ancol untuk mengembalikan hak publik, berupa menggratiskan masyarakat melihat lautnya sendiri. Karena, pantai dan laut adalah salah satu dari kekayaan alam yang dapat diakses oleh masyarakat secara bebas.
Terkait adanya pembayaran karcis masuk untuk melihat Pantai Ancol, Danang mengatakan itu adalah sebuah kekeliruan yang terjadi. Prinsipnya, pantai, pesisir, dan laut tidak boleh dikuasai oleh perusahaan sehingga orang menjadi terhalang mengakesnya. Namun, Danang bisa memberikan toleransi selama 10-20 tahun bagi pengelola Pantai Ancol untuk menarik biaya masuk demi biaya operasional akibat pembangunan dan perawatan yang dilakukannya.
“Tapi setelah 50 tahun masih ditarik pungutan, itu kelewatan. Karena, pantai di seluruh dunia yang saya datangi itu gratis,” ucap Danang kepada hukumonline di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/1).
Sedangkan mengenai tata kota dan tata ruang yang ada di Pantai Ancol, Pakar Tata Kota lulusan Universitas KU Leuven, Belgia ini mengatakan tidak ada permasalahan. Semua bangunan yang ada di pantai tidak menyalahi pembangunan tata ruang dan tata kota pantai. Lagi-lagi, tertutupnya akses masuk pantai itulah yang dipandang salah oleh Danang.
“Rp1 pun saya keberatan untuk melihat laut,” tukasnya.
Jika dikaitkan dengan Ragunan, Danang melihat Ragunan adalah hal yang berbeda. Menurutnya, tidak ada akses publik yang diganggu dengan pemungutan tiket masuk di Ragunan. Pasalnya, Ragunan tidak termasuk akses publik. Kebun Binatang tersebut adalah sebuah taman yang bertema, bukan taman kota. Sedangkan taman kota seperti Monas dan Suropati, taman tersebut tidak boleh dipungut bayaran.
Selain mendatangkan Danang Priatmodjo, para penggugat juga menghadirkan Ahli Kelautan, Riza Damanik. Dalam keterangannya, Riza menekankan pada prinsip-prinsip dalam pembangunan kawasan wisata, khususnya nelayan. Pasalnya, kawasan wisata seperti pelabuhan dan pantai, nelayan identik dilarang mengambil ikan di kawasan tersebut.
Padahal, menurutnya, dengan adanya kawasan wisata ini, tidak seharusnya nelayan menjadi terpinggirkan. Bahkan, dengan adanya aktivitas penangkapan ikan di kawasan tersebut bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi turis.
Sementara itu, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi ketika membatalkan pasal-pasal terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dalam UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pasir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan ada empat hak istimewa yang dimiliki nelayan. Yaitu hak untuk melintas, hak untuk mengelola sumberdaya pesisir dan laut dengan kaidah dan kearifan tradisional yang dimiliki, hak untuk memanfaatkan sumber daya tersebut, dan hak untuk mendapatkan perairan yang bersih dan sehat.
Pemikiran larangan HP3 oleh MK adalah HP3 dapat mengakibatkan hilangnya hak masyarakat adat/tradisional yang bersifat turun temurun. Pembatalan pasal-pasal terkait HP3 juga dimaksudkan untuk mencegah semangat privatisasi pengelolaan dan pemanfaatan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil kepada usaha perseorangan dan swasta.
“Kalau saya lihat, Perda Tata Ruang DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 itu cacat hukum. Karena  di dalam peraturan daerah tersebut, masih terdapat HP3 yang sejatinya sudah di batalkan konstitusi,” ucap Riza kepada hukumonline usai persidangan.
Lebih lanjut, Riza meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk membuka akses publik ke Pantai Ancol. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta tidak akan mengalami kerugian dengan digratiskannya ke pantai.
“Saya jamin, Pemprov tidak akan tekor. Bahkan, akan lebih mulia jika digratiskan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pemprov DKI Jakarta Haratua D Purba tetap bersikukuh bahwa Pantai Ancol secara legal formal dapat dikelola secara tertutup. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 yang menyebutkan bahwa pantai reklamasi bisa dikelola secara enclave atau tertutup tanpa dibatasi ruang, waktu, dan biaya.
Kan peraturan tersebut menyebutkan pantai reklamasi bisa dikelola secara tertutup, jadi kita mengacu ke sana,” tulis Haratua dalam pesan singkatnya kepada hukumonline, Selasa (22/1).
Kendati demikian, Pemprov DKI Jakarta tidak menutup akses publik ke pantai atau laut yang ada di Jakarta. Pemprov juga telah menyiapkan kawasan pantai yang bisa diakses secara gratis, yaitu Pantai Marunda.
“Pemda DKI telah menyiapkan Pantai Marunda sebagai kawasan pantai yang bisa diakses secara gratis,” tandasnya.

Terkait

Description: Pantai Ancol Harus Dibuka Untuk Publik Rating: 4.5 Reviewer: Konco Hukum ItemReviewed: Pantai Ancol Harus Dibuka Untuk Publik
Al
Mbah Qopet Updated at: 00:55

0 comments:

Post a Comment